Bahagia

Sekarang saya lagi stase jiwa, ini minggu ke tiga dan lagi stase di Rumah Sakit Jiwa. Rasa rasanya sayang kalo pelajaran hidupnya ga dibagiin di sini. Pas pertama kali kami masuk stase, salah seorang staff ngasih pengantar 'Kalian itu disini sedikit banget yang kompetensi nya 4, jadi saya ga nuntut kamu bisa ngediagnosis atau ngasih terapi secara paripurna. Minimal, setelah kalian selesai stase di sini, kalian jadi bisa lebih nyaman sama hidup kalian'

Setelah masuk dan di tengah-tengah perjalanan, sekarang sedikit banyak ngerti maksud dari staf tersebut. Jiwa manusia itu unik dan beragam. Sedikit banyak gangguan jiwa itu ya ternyata kita yang bikin sendiri. Atau kejamnya, orang orang yang kita cintai yang bikin tekanan untuk diri kita sendiri.

Kita masing-masing punya stressor, pilihannya ada dua, kita bisa melewati mekanisme stress terus bisa jadi lebih kuat, atau kita menjadi distress untuk kemudian masuk ke gangguan jiwa. Orang beda beda menghadapi stress, karena kita punya toleransi yang beda terhadap stress. Namanya daya tahan mental, makin kuat daya tahan mental, stressor yang bisa kita terima juga bisa lebih besar.

Beberapa orang cemas atau depresi karena mereka memiliki target yang tinggi untuk dirinya sendiri, alhasil mereka bikin tekanan untuk diri mereka sendiri, ketika ga tercapai mereka kecewa kemudian depresi. Lalu timbul gejala depresi yang kian mengganggu. Paling sering adalah gangguan tidur, saya ga pernah ngebayangin gimana rasanya gabisa tidur. Saya bersyukur ketika ada pasien bercerita tidak bisa tidur berhari hari dan itu sangat melelahkan katanya. Lalu, apa kata psikiater ke pasien tersebut?

'Bapak, sudah jangan terlalu dipikirkan, jalani hidup apa adanya.'
Lalu, si bapak di pertemuan yang kesekian mengatakan
'Saya udah ga ada keluhan lagi dok, saya sudah tidak mingum obat selama dua bulan dan tidak ada lagi keluhan. Saya kesini karena waktu itu kata dokter kalo belom dibilang berenti jangan berenti kontrol. Saya udah ga pernah cemas lagi akan kesehatan saya, ga pernah marah marah lagi juga sama anak saya, sesuai sama apa yang dokter bilang, saya ga mikirin hal hal berlebihan lagi, kalo anak saya bandel yaudah mungkin emang anak saya begitu.'

Menyenangkan sekali bukan mendengar pasien bisa ngomong kayak gitu ke dokternya. Lalu, apa iya harus terkena gangguan jiwa dulu baru kita bisa bicara ke orang lain atau malah ke diri sendiri, 'Sudah jangan terlalu dipikirkan'
Banyak orang yang bilang kalo dia sayang sama orang lain, tapi sering sekali menuntut orang tersebut untuk ini dan itu, bahkan dalam hubungan orang tua dan anak. Dari mulai masalah nilai, masuk sekolah, atau apapun. Bahkan diri kita sendiri pun sering menuntut hal yang tak wajar untuk diri sendiri. Bermimpilah setinggi-tingginya, katanya. Lalu, setelah usaha yang begtiu kerasnya, apabila tidak bisa tercapai, bagaimana?
Atau parahnya, akhirnya tuntutan bisa jadi sumber stressor untuk kemudian timbul gangguan jiwa. Kemudian setelah orang yang kita sayang terkena gangguan jiwa  karena tuntutan yang begitu banyaknya, barulah akan timbul pernyataan 'Udah gak papa, gausah terlalu ngoyo, gausah terlalu dipikirkan. Hidup dijalani saja apa adanya'

Membingungkan ya.

Di dunia nya sosial media kayak sekarang, kita tiap hari bisa liat keseharian orang yang orang itu mau kita untuk lihat. Kebanyakan sih senengnya. Mulailah timbul 'Kok hidupnya dia bahagia banget, kok gue enggak bisa gitu'
Lupa, kalo kita ga pernah tau apa yang mereka sembunyikan dari kehidupan sosial medianya.

Kemudian, setelah beberapa kasus depresi hadir, diskusilah kami dengan salah satu residen.
'Kita tuh harusnya emang ga berharap. Boong kalo orang bilang dikecewakan, dia mengecewakan dirinya sendiri karena dia berharap. Kita tuh ga pernah punya masa lalu atau masa depan. Yang kita punya itu ya sekarang, jadi hiduplah untuk sekarang. Jangan hidup di angan angan masa depan atau penyesalan masa lalu. Ya lakuin aja'
Kemudian hening sejenak berusaha mencerna kata-kata residen yang bikin 'Bener juga sih, tapi kan....'

Trus saya nanya 'Lah trus dok kalo kita ga ngarep kita ga bisa bahagia juga dong. Ga kecewa sih, tapi ya ga bahagia juga kan, soalnya kan kita bisa seneng kalo harapan yang kita punya jadi kenyataan.. Kalo ga tadinya ga ngarep ya jadinya biasa aja dong'

'Sekarang, menurut kalian senang dengan bahagia sama atau enggak'

Trus kepikiran bimbingan Prof Aris tentang defisini bahagia...

Hening lagi....

'Kalo kata Prof Aris, bahagi itu bisa menerima dan lebih menikmati dok'
'Nah itu, kata pertamanya, menerima. Bahagia itu beda sama senang. Bahagia itu ketika kamu bisa nerima keadaan senang dan sedihmu. Bahagia itu sakit loh. Bahagia itu kamu harus berdamai sama  rasa sakitmu, berdamai sama masalahmu. Semua orang punya masalah, punya kondisi sedih. Gimana cara nya kamu bisa nerima terus bahagia dengan dirimu.'

Saya lalu merinding....

Setelah percakapan itu, hal pertama yang saya inget ketika ada masalah 'Terima dulu aja'. And it works.


Komentar

Postingan Populer